Pada saat itu
aku duduk di depan pintu kosan sambil nyantai-nyantai karena kebetulan hari itu
lagi tidak ada tugas kuliah, jadi aku bisa refresh sejenak. Tiba-tiba ada
seorang nenek paruh baya yang berjualan gorengan dan menyamperi aku yang sedang
duduk untuk menawarkan gorengannya. Sambil beli dan makan gorengan aku iseng
nanyak-nanyak tentang kehidupan nenek tersebut, kebetulan banget aku orangnya
agak kepo gitu. Aku berfikir “kok tidak kasian ya keluarganya membiarkan nenek
yang setua itu masih berjualan keliling kampung” ujar dalam hati aku sebelum
tahu tentang kehidupan nenek itu. Nenek tersebut hidup dengan tiga orang
cucunya yang masih kecil-kecil. Yang satu masih berumur 6 tahun, sedang yang
satu lagi masih berumur 4 tahun. Kedua kakak beradik itu sudah yatim piatu.
Kedua orang tuanya meninggal dalam suatu kecelakaan sekitar 2 tahun lalu. Sejak
itulah neneknya yang mengasuh mereka berdua. Usia nenek itu sekitar 70 tahun. Setiap
hari nenek itu membuat gorengan untuk dijual keliling kampung. Pagi (sekitar
jam 05.00 WIB) dibuat dan jam 07.00 WIB berangkat jualan keliling kampung,
begitulah rutinitas sehari-harinya. Seperti biasa nenek tukang gorengan
tersebut sebelum berangkat jualan terlebih dahulu mengolah bahan-bahannya
seperti tepung, tempe, tahu, pisang dan lain-lain untuk dijadikan gorengan. Bahan-bahan
tersebut dicampur ke masing-masing adonan gorengan, kemudian satu persatu digoreng.
Nenek tersebut tidak kenal lelah untuk menghidupi cucu-cucunya yang masih
kecil-kecil.
Setiap hari
nenek tersebut keliling kampung sejauh 7 km, kaki yang rentah berjalan keliling
kampung hanya untuk mencari sesuap nasi. Terkadang gorengan yang nenek jual
tidak laku semua karena pembeli lebih berminat terhadap gorengan yang masih
hangat. Wajah yang kusut dan renta mengingatkan aku terhadap nenekku yang
dirumah, karena aku iba melihat perjuangan nenek yang begitu gigih. Karena
perasaan tak tega ini aku selalu membeli gorengan nenek tersebut setiap kali
bertemu dan melintas menjajakan gorengannya di depan kosan. Emang gorengannya
tak senikmat yang masih hangat tapi tak apalah demi membantu orang lain yang
tidak seberuntung kita, kenapa tidak? Aku bangga melihat perjuangan nenek itu
karena prinsipnya yang kuat, meskipun dia hidup dalam kemiskinan namun dia
pantang untuk meminta-minta. Penghasilan nenek itu dalam menjual gorengan
sekitar 20 ribu per hari dan itupun kalau jualannya laku semua, kadang nenek
itu hanya membawa uang 5 ribu karena jualannya tidak laku semua. Untungnya pemilik
warung dekat rumah nenek tersebut orangnya baik banget, meskipun tidak ada duit
nenek itu dikasih ngutang bahan-bahan dari tokonya dan dibayarnya kalau nenek
itu ada duit. Tapi nenek itu tidak mau belas kasihan orang lain dan selalu
membayar utang-utangnya tepat waktu, karena kata nenek itu ”nenek takut dek
kalau nenek meninggal nanti membawa hutang, maka dari itu nenek selalu
membayarnya jika nenek sudah punya duit”. Astagfirullah “dalam hati aku”,
begitu mulianya nenek ini dan tabah dalam menghadapi hidup ini. Renyuh rasanya
hati aku di saat mendengarkan cerita perjuangan nenek tersebut karena aku
selalu mengeluh tentang kehidupanku meskipun semua yang aku mau terpenuhi.
Satu hal lagi
yang aku saluti dari nenek tersebut, dia tidak pernah meninggalkan shalatnya
meskipun dalam keadaan susah seperti apapun. Nenek itu bilang ke aku, jangan
pernah meninggalkan shalatnya meskipun dalam keadaan seperti apapun karena
Allah akan melindungi hidup kita dari kemungkaran. Kisah perjuangan nenek ini
bias kita ambil hikmahnya karena kita sebagai manusia tidak boleh menyerah
terhadap keadaan seperti apapun dan selalu berjuang keras untuk mendapatkan apa
yang kita cita-citakan tetapi dijalan yang halal dan di rido’i Allah.
0 komentar:
Posting Komentar