Kamis, 28 November 2013

LIKA-LIKU PERJUANGAN SEORANG NENEK PENJUAL GORENGAN KELILING

Pada saat itu aku duduk di depan pintu kosan sambil nyantai-nyantai karena kebetulan hari itu lagi tidak ada tugas kuliah, jadi aku bisa refresh sejenak. Tiba-tiba ada seorang nenek paruh baya yang berjualan gorengan dan menyamperi aku yang sedang duduk untuk menawarkan gorengannya. Sambil beli dan makan gorengan aku iseng nanyak-nanyak tentang kehidupan nenek tersebut, kebetulan banget aku orangnya agak kepo gitu. Aku berfikir “kok tidak kasian ya keluarganya membiarkan nenek yang setua itu masih berjualan keliling kampung” ujar dalam hati aku sebelum tahu tentang kehidupan nenek itu. Nenek tersebut hidup dengan tiga orang cucunya yang masih kecil-kecil. Yang satu masih berumur 6 tahun, sedang yang satu lagi masih berumur 4 tahun. Kedua kakak beradik itu sudah yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal dalam suatu kecelakaan sekitar 2 tahun lalu. Sejak itulah neneknya yang mengasuh mereka berdua. Usia nenek itu sekitar 70 tahun. Setiap hari nenek itu membuat gorengan untuk dijual keliling kampung. Pagi (sekitar jam 05.00 WIB) dibuat dan jam 07.00 WIB berangkat jualan keliling kampung, begitulah rutinitas sehari-harinya. Seperti biasa nenek tukang gorengan tersebut sebelum berangkat jualan terlebih dahulu mengolah bahan-bahannya seperti tepung, tempe, tahu, pisang dan lain-lain untuk dijadikan gorengan. Bahan-bahan tersebut dicampur ke masing-masing adonan gorengan, kemudian satu persatu digoreng. Nenek tersebut tidak kenal lelah untuk menghidupi cucu-cucunya yang masih kecil-kecil.
Setiap hari nenek tersebut keliling kampung sejauh 7 km, kaki yang rentah berjalan keliling kampung hanya untuk mencari sesuap nasi. Terkadang gorengan yang nenek jual tidak laku semua karena pembeli lebih berminat terhadap gorengan yang masih hangat. Wajah yang kusut dan renta mengingatkan aku terhadap nenekku yang dirumah, karena aku iba melihat perjuangan nenek yang begitu gigih. Karena perasaan tak tega ini aku selalu membeli gorengan nenek tersebut setiap kali bertemu dan melintas menjajakan gorengannya di depan kosan. Emang gorengannya tak senikmat yang masih hangat tapi tak apalah demi membantu orang lain yang tidak seberuntung kita, kenapa tidak? Aku bangga melihat perjuangan nenek itu karena prinsipnya yang kuat, meskipun dia hidup dalam kemiskinan namun dia pantang untuk meminta-minta. Penghasilan nenek itu dalam menjual gorengan sekitar 20 ribu per hari dan itupun kalau jualannya laku semua, kadang nenek itu hanya membawa uang 5 ribu karena jualannya tidak laku semua. Untungnya pemilik warung dekat rumah nenek tersebut orangnya baik banget, meskipun tidak ada duit nenek itu dikasih ngutang bahan-bahan dari tokonya dan dibayarnya kalau nenek itu ada duit. Tapi nenek itu tidak mau belas kasihan orang lain dan selalu membayar utang-utangnya tepat waktu, karena kata nenek itu ”nenek takut dek kalau nenek meninggal nanti membawa hutang, maka dari itu nenek selalu membayarnya jika nenek sudah punya duit”. Astagfirullah “dalam hati aku”, begitu mulianya nenek ini dan tabah dalam menghadapi hidup ini. Renyuh rasanya hati aku di saat mendengarkan cerita perjuangan nenek tersebut karena aku selalu mengeluh tentang kehidupanku meskipun semua yang aku mau terpenuhi.
Satu hal lagi yang aku saluti dari nenek tersebut, dia tidak pernah meninggalkan shalatnya meskipun dalam keadaan susah seperti apapun. Nenek itu bilang ke aku, jangan pernah meninggalkan shalatnya meskipun dalam keadaan seperti apapun karena Allah akan melindungi hidup kita dari kemungkaran. Kisah perjuangan nenek ini bias kita ambil hikmahnya karena kita sebagai manusia tidak boleh menyerah terhadap keadaan seperti apapun dan selalu berjuang keras untuk mendapatkan apa yang kita cita-citakan tetapi dijalan yang halal dan di rido’i Allah.

0 komentar:

Posting Komentar